Sang Pendekar Silat Merangkap Arsitek Inovasi
Dwi Soetjipto sejak 2005 ditunjuk sebagai direktur utama (dirut) PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Sampai sekarang sarjana teknik kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini dipercaya menjadi orang nomor satu BUMN tersebut.
Dalam kurun waktu itu, mantan Dirut PT Semen Padang (Persero), periode 2003-2005, ini mampu mencatat prestasi yang luar biasa. Selama lima tahun terakhir, revenue meningkat 64 persen dari Rp8,738 triliun tahun anggaran 2006 menjadi Rp14,344 triliun pada 2010.
Selain itu, growth profit meningkat 105 persen dari Rp3,328 triliun pada 2006 menjadi Rp6,810 triliun pada 2010. Adapun opening profit meningkat 122 persen dari Rp2,234 triliun menjadi Rp4,970 triliun pada 2010.
Bahkan, laba bersih ditambahkan kembali dengan beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (earning before interest, taxes, depreciation and amortization/EBITDA) meningkat 152 persen dari Rp1,779 triliun pada 2006 menjadi Rp4,489 triliun pada 2010.
Terakhir untuk net profit juga meningkat 180 persen dari Rp1,296 triliun (2006) menjadi Rp3,633 triliun pada 2010. Tentu saja prestasi tersebut tidak dicapai dengan mudah, tetapi penuh perjuangan, kerja keras, ketekunan, dan loyalitas yang luar biasa.
Di samping itu, tantangan dan persaingan yang dihadapi juga sangat berat. Namun, lewat berbagai inovasi dan strategi yang diterapkan Dwi, semua tantangan bisa dilalui. Dwi menghitung, pada 2010 berapa besar dampak secara perseorangan maupun kelompok atas inovasi yang digulirkan. Saat itu ada sekira 32 ide inovasi berbagai program kemajuan perusahaan. Dari yang bisa direalisasikan, ternyata mampu menghemat Rp350 miliar.
Awalnya banyak kalangan meremehkan program inovasi tersebut. Orang beranggapan bahwa tidak ada yang bisa dibuat dalam berinovasi di produk semen. Padahal, dijelaskan Dwi, banyak yang bisa dilakukan untuk berinovasi. Mulai dari inovasi bahan baku, proses hingga finansial.
"Kesemuanya itu merupakan bagian sinergi produksi. Dahsyatnya lagi, ada penambahan kapasitas produksi di PT Semen Gresik, PT Semen Padang, dan PT Semen Tonasa hingga tiga juta ton tanpa ada penambahan biaya (cost)," terang Dwi.
Padahal, kalau dihitung-hitung secara matematis, penambahan produksi hingga tiga juta ton semen setara dengan penambahan biaya Rp3,5 triliun. "Karena itu, jika tidak ada upaya menyinergikan pola pikir (mindset),hal itu tidak dapat dicapai," katanya.
Bahkan, Dwi optimistis kapasitas produksi perseroan akan meningkat 26,5 juta ton pada 2012. Karena itu, selain dibutuhkan sinergi, pihaknya harus mencari musuh bersama, yakni kinerja kompetitor. Tujuannya untuk membangun optimisme agar tercipta inovasi dalam bersaing.
Karena itu, untuk menggenjot produksi ada dua kunci utama,yakni sinergi dan inovasi. Dwi menilai, sering kali orang tidak bisa berprestasi karena kerap merasa sudah hebat. Baginya, orang hidup atau mengelola perusahaan harus menggunakan pedoman kurva S. Dari posisi awal hingga pertumbuhan dan sebelum turun harus membuat kurva S lagi. Begitu juga dalam posisi pertumbuhan yang baik, harus membuat kurva S lagi.
Itu harus dilakukan terus menerus. "Orang merasa hebat itu, kalau mindset-nya saat berada di puncak kurva S, tetapi tidak melakukan perubahan. Padahal, ketika pada posisi puncak, prestasi orang akan turun kembali bila tidak melakukan inovasi untuk tetap bertahan dalam pertumbuhan di kurva S," jelas Dwi.
Dwi menargetkan bisa mempertahankan market share 43-45 persen. Sementara dalam hitungan Dwi, PT Indocement sekira 30-31 persen, serta PT Holcim 14-15 persen.
Kendati menjadi pemain utama di industri semen, bukan berarti membuat Dwi puas. Sebab, tantangan ke depan perlu diwaspadai. Terlebih masuknya pemain-pemain semen dari luar negeri. Dalam waktu dekat ada beberapa pemain asing yang masuk ke Indonesia. Di antaranya dari China yang punya dana cukup besar.
Namun, Dwi tidak gentar dengan hal tersebut. Malah, dia menargetkan Semen Gresik akan terus berupaya mempertahankan leadership di pasar domestik. Bahkan, Dwi menargetkan menjadi leader di Asia Tenggara. Bukan hanya leader kapasitas, tetapi juga leader efisiensi," tegasnya.
Diplomasi ala Pendekar Silat
Siapa sangka, di balik kepiawaiannya meramu strategi dalam meningkatkan kinerja perusahaan, Direktur Utama PT Semen Gresik Dwi Soetjipto juga piawai menampilkan jurus silat.
Bahkan, menurutnya, strategi bela diri itu bisa diterapkan dalam dunia bisnis yang juga keras dan penuh tantangan. Olahraga yang identik dengan kaum lelaki itu sebenarnya sangat asing bagi Dwi ketika kecil. Pada saat itu dia jauh dari kesan berani, apalagi mau bertarung. Malah, Dwi tergolong anak yang cengeng. Hal ini salah satunya sangat mungkin disebabkan ibunya yang terlalu protektif. Sikap ibunya tersebut dilatarbelakangi untuk menjaga dia dan saudaranya yang kebetulan hanya dua bersaudara.
Tidak aneh jika sejumlah kegiatan yang menurut anak laki-laki wajar, tetapi untuk Dwi sering dilarang. Misalnya memanjat pohon atau berenang. Malah bertengkar menjadi hal yang paling "haram". Jika sampai ketahuan dia bertengkar, pasti dimarahi orang tua.
"Tidak peduli siapa yang benar atau salah,yang penting tidak boleh bertengkar," cerita Dwi kepada Seputar Indonesia (SINDO). Namun ketika di Surabaya, Dwi tinggal di daerah yang keras.
Lingkungan pendidikan yang dianut di dalam rumah berbeda dengan lingkungan yang ada di sekitarnya. Jika di dalam rumah cenderung dihindarkan dari hal-hal yang berbau kekerasan, di luar dia malah melihat langsung pergaulan yang keras. Maklum dia tinggal di dekat Tanjung Perak, tempat berbagai etnis di Indonesia berkumpul. Kerasnya pergaulan juga dilihatnya di lingkungan di sekolah.
Dia harus memberikan contekan kepada teman yang memintanya. Kalau tidak, kepalanya bisa dipukuli atau mengalami bentuk kekerasan lain. Suasana ini membuat Dwi tidak mau hanya berpangku tangan dengan hanya menjadi anak "baik". Dia berpikir tidak boleh selamanya menjadi anak yang selalu kalah.
"Akhirnya saya berpikir, kalau kalah terus bahaya. Maka saya pun belajar bela diri. Tujuannya untuk menutup kelemahan saya. Karena tubuh saya kecil, untuk menghadapinya saya harus belajar bela diri. Saya pilih silat karena cocok bagi orang kecil. Kalau karate postur tubuh sangat berpengaruh," kata Dwi.
Menurut Dwi, pada hakikatnya pertempuran terjadi di mana-mana. Hal ini juga terjadi dalam dunia kerja dan ketika bergelut dengan bisnis. Semua orang pun harus siap-siap menghadapi pertempuran yang hebat sehingga menurutnya dalam semua keadaan, termasuk dalam bisnis, diperlukan semangat pantang menyerah. Olahraga bela diri menurutnya bisa melatih sensitivitas seseorang terhadap sinyal-sinyal persaingan bisnis.
"Misalnya kalau di bela diri, lawan ke kanan kita bergerak ke kiri. Dan itu juga terjadi di bisnis. Untuk membaca itu diperlukan perhitungan yang cepat. Pesaing menerapkan programnya dengan sistem A, maka kita pun harus melawan dengan sistem B. Insting itu harus saya latih terus melalui kemampuan bela diri,” ujar Dwi mencontohkan filosofi bela diri dalam strategi bisnis.
sumber
Rating: 4.5